Apa itu PPh Pasal 23? Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu

 

 

//

NEWRaffa SH

 

PPh Pasal 23

Apa itu PPh Pasal 23?

Table of Contents

Apa itu PPh Pasal 23? – Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak penghasilan yang dipotong dan dipungut oleh pemotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak tertentu. Sistem ini dirancang untuk mempermudah administrasi perpajakan dan memastikan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak penghasilan mereka.

Bayangkan Anda seorang perusahaan yang membayar jasa konsultan. Sebagai pemotong pajak, perusahaan Anda wajib memotong sebagian dari pembayaran tersebut sebagai PPh Pasal 23 sebelum mentransfer sisanya kepada konsultan. Jumlah pajak yang dipotong ini akan disetor ke kas negara oleh perusahaan Anda.

Alur Pembayaran PPh Pasal 23

Proses pembayaran PPh Pasal 23 melibatkan beberapa tahapan yang sistematis. Secara umum, alur pembayarannya dimulai dari penghitungan pajak yang terutang oleh pemotong pajak berdasarkan tarif yang berlaku, dilanjutkan dengan pemotongan pajak dari pembayaran kepada wajib pajak penerima penghasilan, dan diakhiri dengan penyetoran pajak yang telah dipotong ke kas negara melalui sistem perbankan yang telah ditentukan.

Ilustrasi alur pembayarannya dapat dibayangkan seperti ini: Perusahaan (Pemotong Pajak) menghitung PPh Pasal 23 yang terutang atas pembayaran jasa kepada konsultan. Kemudian, perusahaan memotong pajak tersebut dari total pembayaran kepada konsultan. Setelah itu, perusahaan menyetor pajak yang telah dipotong ke rekening kas negara melalui bank yang ditunjuk. Bukti setor pajak tersebut kemudian menjadi dasar pelaporan pajak oleh perusahaan.

Subjek Pajak PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 dikenakan kepada beberapa subjek pajak, baik orang pribadi maupun badan. Subjek pajak ini memiliki peran sebagai penerima penghasilan yang kemudian dipotong pajaknya oleh pemotong pajak. Peran pemotong pajak sangat krusial dalam sistem ini, karena mereka bertanggung jawab atas pemotongan dan penyetoran pajak ke negara.

PPh Pasal 23, singkatnya, adalah pajak penghasilan yang dipotong langsung dari pembayaran kepada pihak tertentu, seperti honorarium atau jasa. Konsep pemotongan pajak ini mirip dengan beberapa jenis pajak lain, misalnya cukai yang dikenakan pada barang-barang tertentu seperti rokok dan minuman beralkohol. Untuk memahami lebih lanjut tentang mekanisme perpajakan lain, Anda bisa membaca penjelasan lengkap mengenai apa itu cukai di sini: Apa itu cukai?

. Kembali ke PPh Pasal 23, pajak ini bertujuan untuk mempermudah penarikan pajak dan memastikan kepatuhan wajib pajak. Jadi, pemahaman mengenai PPh Pasal 23 sangat penting bagi pelaku usaha dan profesional.

Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 23

Berbagai jenis penghasilan dapat dikenakan PPh Pasal 23. Jenis penghasilan ini beragam dan diatur secara spesifik dalam peraturan perpajakan. Penting untuk memahami jenis-jenis penghasilan ini agar dapat menghitung dan menyetorkan PPh Pasal 23 dengan benar.

  • Honorarium
  • Imbalan jasa
  • Hadiah dan penghargaan
  • Royalti
  • Sewa
  • Bunga
  • Dividen
  • dan lain sebagainya.

Dasar Hukum PPh Pasal 23

Apa itu PPh Pasal 23?

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak yang dipungut atas penghasilan berupa jasa, sewa, dan lain sebagainya. Penerapannya memiliki landasan hukum yang kuat dan terstruktur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pemahaman yang komprehensif terhadap dasar hukum ini penting untuk memastikan kepatuhan perpajakan dan menghindari potensi sengketa di kemudian hari.

Peraturan Perundang-undangan Terkait PPh Pasal 23

Dasar hukum PPh Pasal 23 bersumber pada beberapa peraturan perundang-undangan, baik Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah. Peraturan-peraturan ini saling berkaitan dan mengatur berbagai aspek, mulai dari objek pajak, tarif, hingga prosedur pemotongan dan pelaporan.

PPh Pasal 23, singkatnya, adalah pajak penghasilan yang dipotong di sumber. Berbeda dengan pajak lainnya, misalnya pajak atas kepemilikan properti seperti yang dibahas di artikel Apa itu pajak bumi dan bangunan? , yang membebani pemilik tanah dan bangunan. Kembali ke PPh Pasal 23, pajak ini dikenakan atas penghasilan berupa jasa, sewa, dan lain sebagainya, yang pembayarannya langsung dipotong oleh pemberi jasa atau penghasilan tersebut.

Jadi, PPh Pasal 23 merupakan salah satu bentuk pungutan pajak yang cukup umum di Indonesia.

No Pasal Isi Singkat Referensi
1 Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Menyatakan bahwa penghasilan berupa jasa, sewa, dan lain sebagainya dikenakan PPh Pasal 23. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
2 Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Mengatur mengenai objek pajak PPh Pasal 23 yang lebih detail. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
3 Peraturan Menteri Keuangan terkait PPh Pasal 23 Mengatur secara teknis mengenai tata cara pemotongan, pelaporan, dan penyetoran PPh Pasal 23. Contohnya, PMK tentang tarif, PMK tentang tata cara pelaporan, dan lain sebagainya. Berbagai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang relevan.

Sejarah Perkembangan PPh Pasal 23

Sejarah PPh Pasal 23 di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan sistem perpajakan nasional. Awalnya, pengaturan PPh Pasal 23 mungkin kurang detail dibandingkan saat ini. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan ekonomi, peraturan tersebut mengalami beberapa revisi dan penyempurnaan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan kompleksitas transaksi ekonomi. Perubahan-perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan kepatuhan perpajakan.

Perbandingan PPh Pasal 23 dengan PPh Pasal 21

PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 21 sama-sama merupakan jenis pajak penghasilan, namun memiliki objek pajak yang berbeda. PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, dan honorarium karyawan, sedangkan PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan dari jasa, sewa, dan pembayaran lainnya kepada bukan karyawan. Perbedaan ini memengaruhi siapa yang bertanggung jawab atas pemotongan dan pelaporan pajaknya. PPh Pasal 21 dipotong oleh pemberi kerja, sementara PPh Pasal 23 dipotong oleh pemberi jasa atau penyewa.

Perubahan Terbaru dan Rencana Perubahan PPh Pasal 23

Pemerintah secara berkala melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap peraturan perpajakan, termasuk PPh Pasal 23. Perubahan-perubahan ini bisa berupa penyesuaian tarif, penyederhanaan prosedur, atau penambahan/pengurangan objek pajak. Untuk mengetahui perubahan terbaru dan rencana perubahan, perlu merujuk pada peraturan perundang-undangan terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Informasi ini biasanya dapat diakses melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Objek Pajak PPh Pasal 23: Apa Itu PPh Pasal 23?

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak yang dipungut atas penghasilan berupa jasa, pembayaran, atau imbalan tertentu yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar negeri. Memahami objek pajak PPh Pasal 23 sangat penting bagi pelaku usaha untuk memastikan kepatuhan perpajakan dan menghindari potensi sengketa dengan otoritas pajak.

Objek pajak PPh Pasal 23 beragam dan mencakup berbagai jenis transaksi bisnis. Pemahaman yang komprehensif tentang objek pajak ini akan membantu wajib pajak dalam menghitung, memotong, dan menyetorkan pajak yang terutang secara tepat waktu.

Jenis-jenis Penghasilan yang Menjadi Objek Pajak PPh Pasal 23

Berikut adalah beberapa jenis penghasilan yang termasuk objek pajak PPh Pasal 23, beserta tarif pajaknya. Perlu diingat bahwa tarif pajak dapat berubah, sehingga selalu penting untuk merujuk pada peraturan perpajakan terbaru.

PPh Pasal 23, sederhananya, adalah pajak penghasilan yang dipotong langsung dari pembayaran kepada pihak lain, misalnya honor atau jasa. Nah, untuk urusan perpajakan seperti ini, penting banget memiliki NPWP. Keuntungan punya NPWP, seperti yang dijelaskan di Apa saja manfaat memiliki NPWP? , sangat krusial, terutama dalam mengelola kewajiban perpajakan. Dengan NPWP, proses pelaporan PPh Pasal 23 jadi lebih mudah dan terhindar dari potensi masalah administrasi perpajakan.

Jadi, pastikan Anda sudah punya NPWP untuk kelancaran administrasi perpajakan, termasuk pembayaran PPh Pasal 23.

  • Honorarium, jasa, dan kegiatan lainnya: Misalnya, honorarium dosen, konsultan, artis, atau atlet. Tarif pajak bervariasi tergantung jenis kegiatan dan kesepakatan, umumnya berkisar antara 15% – 25%.
  • Penggunaan harta/kekayaan: Misalnya, sewa tanah, gedung, atau mesin. Tarif pajak umumnya 20% dari penghasilan bruto.
  • Imbalan atas pekerjaan/jasa: Misalnya, upah, gaji, atau komisi bagi tenaga kerja asing. Tarif pajaknya beragam dan tergantung pada perjanjian pajak internasional dan peraturan perpajakan yang berlaku.
  • Dividen yang diterima: Dividen yang diterima oleh pemegang saham dari perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Tarif pajak umumnya 10% – 20%, tergantung jenis perusahaan.
  • Bunga: Bunga atas pinjaman atau deposito. Tarif pajak umumnya 15% – 20%.
  • Royalti: Imbalan atas penggunaan hak cipta, paten, atau merek dagang. Tarif pajak umumnya 20%.

Perlu diperhatikan bahwa persentase tarif pajak yang tercantum di atas merupakan gambaran umum dan dapat berbeda tergantung peraturan perpajakan yang berlaku dan jenis penghasilannya. Konsultasi dengan konsultan pajak sangat disarankan untuk memastikan perhitungan yang akurat.

Contoh Objek Pajak PPh Pasal 23 dalam Transaksi Bisnis

Berikut beberapa contoh konkret penerapan PPh Pasal 23 dalam berbagai transaksi bisnis:

  1. Perusahaan A menyewa gedung milik Bapak Budi: Sewa gedung yang dibayarkan oleh Perusahaan A kepada Bapak Budi merupakan objek PPh Pasal 23. Perusahaan A wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 20% dari total biaya sewa dan menyetorkannya ke kas negara.
  2. Perusahaan B membayar honorarium kepada Ibu Ani sebagai konsultan: Honorarium yang dibayarkan Perusahaan B kepada Ibu Ani sebagai konsultan termasuk objek PPh Pasal 23. Perusahaan B wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 20% (atau sesuai tarif yang berlaku) dari total honorarium dan menyetorkannya ke kas negara.
  3. Perusahaan C membayar royalti kepada Perusahaan D atas penggunaan paten: Pembayaran royalti oleh Perusahaan C kepada Perusahaan D atas penggunaan paten merupakan objek PPh Pasal 23. Perusahaan C wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 20% dari total royalti dan menyetorkannya ke kas negara.

Perbedaan Objek Pajak PPh Pasal 23 untuk Berbagai Jenis Usaha atau Kegiatan Ekonomi

Objek pajak PPh Pasal 23 dapat berbeda tergantung jenis usaha atau kegiatan ekonomi. Misalnya, perusahaan konstruksi akan memiliki objek pajak yang berbeda dengan perusahaan manufaktur. Perusahaan konstruksi mungkin akan dikenakan PPh Pasal 23 atas pembayaran subkontrak, sementara perusahaan manufaktur mungkin akan dikenakan PPh Pasal 23 atas pembayaran royalti atau bunga.

PPh Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong langsung dari pembayaran atas jasa, sewa, dan lain-lain. Mungkin Anda bertanya-tanya, bagaimana perbedaannya dengan pajak pertambahan nilai? Nah, untuk memahami lebih lanjut mengenai pajak pertambahan nilai, silahkan baca penjelasan lengkapnya di sini: Apa itu PPN?. Setelah memahami PPN, akan lebih mudah membedakannya dengan PPh Pasal 23 yang fokus pada penghasilan atas jasa atau penghasilan lainnya yang bukan berupa penjualan barang kena pajak.

Jadi, keduanya merupakan pajak yang berbeda namun sama-sama penting dalam sistem perpajakan Indonesia.

Perbedaan ini terutama terletak pada jenis penghasilan yang diterima atau dibayarkan dalam kegiatan operasional masing-masing jenis usaha. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang jenis kegiatan usaha sangat penting dalam mengidentifikasi objek pajak PPh Pasal 23 yang berlaku.

Mengidentifikasi Objek Pajak PPh Pasal 23 dalam Suatu Transaksi Bisnis

Untuk mengidentifikasi objek pajak PPh Pasal 23 dalam suatu transaksi bisnis, perlu diperhatikan jenis pembayaran, penerima pembayaran, dan peraturan perpajakan yang berlaku. Periksa dengan cermat isi perjanjian atau kontrak, perhatikan jenis penghasilan yang diterima atau dibayarkan. Jika pembayaran tersebut termasuk dalam daftar objek pajak PPh Pasal 23, maka wajib pajak pemotong wajib memotong dan menyetorkan pajak tersebut.

PPh Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong langsung dari pembayaran atas jasa atau penghasilan tertentu. Nah, penting untuk diingat bahwa NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) berperan krusial dalam proses pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 23. Jika Anda tidak memiliki NPWP, prosesnya akan jauh lebih rumit, bahkan berpotensi menimbulkan masalah hukum seperti yang dijelaskan di sini: Apa yang terjadi jika tidak memiliki NPWP?

. Oleh karena itu, memiliki NPWP sangat penting untuk kepatuhan perpajakan dan kelancaran pembayaran PPh Pasal 23, menghindari potensi denda dan sanksi lainnya.

Konsultasi dengan konsultan pajak atau petugas pajak dapat membantu dalam mengidentifikasi objek pajak PPh Pasal 23 secara akurat dan memastikan kepatuhan perpajakan.

Tarif dan Perhitungan PPh Pasal 23

Setelah memahami objek pajak yang dikenakan PPh Pasal 23, langkah selanjutnya adalah memahami bagaimana tarif dan perhitungannya diterapkan. Perhitungan PPh Pasal 23 bervariasi tergantung jenis objek pajaknya. Memahami mekanisme perhitungan ini krusial bagi wajib pajak untuk memastikan kepatuhan dan menghindari potensi masalah perpajakan.

Perhitungan PPh Pasal 23

Perhitungan PPh Pasal 23 didasarkan pada tarif yang berlaku dan besarnya objek pajak. Tarifnya sendiri bervariasi tergantung jenis objek pajak, seperti pembayaran jasa, sewa, atau bunga. Setelah menentukan tarif yang tepat, perhitungan dilakukan dengan mengalikan tarif dengan jumlah objek pajak. Berikut contoh perhitungan untuk beberapa skenario:

Contoh Perhitungan PPh Pasal 23 untuk Berbagai Objek Pajak

Berikut beberapa contoh perhitungan PPh Pasal 23 untuk memperjelas pemahaman:

  1. Pembayaran Jasa: Misal, perusahaan membayar jasa konsultan sebesar Rp 100.000.000 dengan tarif PPh Pasal 23 sebesar 20%. Maka, PPh Pasal 23 yang terutang adalah Rp 100.000.000 x 20% = Rp 20.000.000.
  2. Sewa: Misal, perusahaan menyewa gedung kantor sebesar Rp 50.000.000 per bulan dengan tarif PPh Pasal 23 sebesar 4%. Maka, PPh Pasal 23 yang terutang per bulan adalah Rp 50.000.000 x 4% = Rp 2.000.000.
  3. Bunga: Misal, perusahaan menerima bunga deposito sebesar Rp 25.000.000 dengan tarif PPh Pasal 23 sebesar 15%. Maka, PPh Pasal 23 yang terutang adalah Rp 25.000.000 x 15% = Rp 3.750.000.

Pengecualian atau Keringanan Pajak PPh Pasal 23

Pengecualian atau keringanan pajak PPh Pasal 23 dapat diberikan dalam kondisi tertentu, misalnya berdasarkan perjanjian pajak internasional atau peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini perlu dikonfirmasi langsung kepada otoritas pajak untuk memastikan kelayakannya. Perlu diingat bahwa setiap kasus akan dievaluasi secara spesifik.

Langkah-langkah Perhitungan PPh Pasal 23

Berikut flowchart sederhana yang menggambarkan langkah-langkah perhitungan PPh Pasal 23:

  1. Tentukan jenis objek pajak.
  2. Tentukan jumlah objek pajak.
  3. Tentukan tarif PPh Pasal 23 yang berlaku untuk jenis objek pajak tersebut.
  4. Hitung PPh Pasal 23 terutang dengan mengalikan jumlah objek pajak dengan tarif PPh Pasal 23.
  5. Bayar PPh Pasal 23 yang terutang kepada kantor pajak.

Perbedaan Tarif PPh Pasal 23 Berdasarkan Objek Pajak

Tarif PPh Pasal 23 berbeda-beda tergantung jenis objek pajaknya. Berikut beberapa contoh tarif yang berlaku (harap diingat bahwa tarif ini dapat berubah, sehingga perlu selalu diperbarui dengan informasi resmi dari Direktorat Jenderal Pajak):

Jenis Objek Pajak Tarif (%)
Pembayaran Jasa 20% atau 25% (tergantung jenis jasanya)
Sewa 4%
Bunga 15%
Royalti 10% atau 20% (tergantung jenis royalti)

Catatan: Tabel di atas merupakan contoh dan tarif sebenarnya dapat berbeda tergantung peraturan perpajakan yang berlaku. Selalu rujuk pada peraturan perpajakan terbaru untuk informasi yang akurat.

Tata Cara Pelaporan dan Pembayaran PPh Pasal 23

Setelah memahami apa itu PPh Pasal 23, langkah selanjutnya adalah memahami tata cara pelaporan dan pembayarannya. Ketepatan dan ketaatan dalam pelaporan dan pembayaran pajak ini sangat penting untuk menghindari sanksi dan menjaga kepatuhan perpajakan. Proses ini melibatkan beberapa langkah penting, mulai dari pengumpulan dokumen hingga pemilihan kanal pembayaran yang tepat.

Langkah-langkah Pelaporan dan Pembayaran PPh Pasal 23

Pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 23 umumnya dilakukan secara bulanan. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan:

  1. Hitung jumlah PPh Pasal 23 yang terutang berdasarkan peraturan yang berlaku dan penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain.
  2. Isi Formulir 1721-II secara lengkap dan akurat. Pastikan semua data diisi dengan benar dan sesuai dengan bukti potong yang dimiliki.
  3. Siapkan dokumen pendukung yang dibutuhkan (akan dijelaskan lebih detail pada sub-bab selanjutnya).
  4. Laporkan SPT Masa PPh Pasal 23 melalui sistem e-Filing DJP Online atau melalui jasa konsultan pajak.
  5. Lakukan pembayaran PPh Pasal 23 melalui kanal pembayaran yang tersedia (akan dijelaskan lebih detail pada sub-bab selanjutnya).
  6. Simpan bukti pelaporan dan bukti pembayaran sebagai arsip.

Dokumen yang Dibutuhkan untuk Pelaporan PPh Pasal 23

Dokumen-dokumen ini diperlukan untuk mendukung pelaporan dan memastikan keakuratan data yang dilaporkan. Kehilangan atau ketidaklengkapan dokumen dapat menyebabkan proses pelaporan terhambat.

  • Formulir 1721-II yang telah diisi lengkap dan benar.
  • Bukti potong PPh Pasal 23 (jika ada).
  • Bukti pembayaran PPh Pasal 23.
  • Laporan keuangan yang relevan (misalnya, bukti pembayaran gaji, honorarium, atau jasa lainnya).
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemotong dan penerima.

Sanksi Keterlambatan Pelaporan atau Pembayaran PPh Pasal 23

Keterlambatan dalam pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Sanksi ini bertujuan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak.

Sanksi yang dikenakan dapat berupa denda administrasi, bunga, bahkan sanksi pidana dalam kasus tertentu. Besarnya sanksi bervariasi tergantung pada jumlah keterlambatan dan nilai pajak yang terutang. Untuk informasi detail mengenai besaran sanksi, sebaiknya merujuk pada peraturan perpajakan terbaru yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Kanal Pembayaran PPh Pasal 23

Pemerintah menyediakan beberapa kanal pembayaran untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pemilihan kanal pembayaran dapat disesuaikan dengan preferensi dan kemudahan masing-masing wajib pajak.

  • Bank Persepsi (bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah).
  • Sistem pembayaran elektronik (e-Payment) melalui DJP Online.
  • Mobile Banking.

Panduan Singkat Mengisi Formulir 1721-II

Formulir 1721-II merupakan formulir pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23. Pengisian formulir ini harus dilakukan dengan teliti dan akurat untuk menghindari kesalahan pelaporan.

Secara umum, formulir ini memuat informasi mengenai identitas pemotong pajak, periode pelaporan, jumlah penghasilan yang dibayarkan, dan jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong. Petunjuk pengisian formulir biasanya tersedia di situs web DJP atau dapat didapatkan dari kantor pajak setempat. Jika mengalami kesulitan, disarankan untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak atau petugas pajak untuk memastikan pengisian yang benar.

Pertanyaan Umum Seputar PPh Pasal 23 (FAQ)

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) seringkali menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak, terutama bagi pembayar pajak yang baru pertama kali berurusan dengannya. Oleh karena itu, bagian ini akan menjawab beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan terkait PPh Pasal 23, guna memberikan pemahaman yang lebih jelas dan praktis.

Perbedaan PPh Pasal 23 dengan Pajak Lainnya

PPh Pasal 23 seringkali dikacaukan dengan pajak penghasilan lainnya, seperti PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 4(2). Perbedaan utama terletak pada objek pajak dan siapa yang bertanggung jawab atas pemotongan dan penyetoran pajaknya. PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan berupa jasa, sewa, dan lain sebagainya yang dibayarkan kepada pihak lain (bukan karyawan), sementara PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan karyawan. Sedangkan PPh Pasal 4(2) merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan dari usaha tertentu, misalnya usaha perdagangan. Dengan memahami perbedaan objek pajaknya, maka akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan jenis pajak yang seharusnya dipotong.

Contoh Kasus Penerapan PPh Pasal 23, Apa itu PPh Pasal 23?

Sebagai ilustrasi, bayangkan sebuah perusahaan konsultan yang membayar jasa konsultan eksternal sebesar Rp 50.000.000. Dalam hal ini, perusahaan tersebut wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari nilai jasa tersebut (kecuali ada tarif khusus yang berlaku), yaitu Rp 1.000.000. Jumlah tersebut kemudian disetorkan ke kas negara melalui sistem perpajakan online. Perusahaan konsultan tersebut kemudian menyerahkan bukti potong kepada konsultan eksternal sebagai bukti telah dipotong pajaknya.

Tata Cara Pelaporan dan Penyetoran PPh Pasal 23

Pelaporan dan penyetoran PPh Pasal 23 dilakukan secara online melalui sistem DJP Online. Wajib pajak perlu memiliki akun dan memahami alur pelaporan yang tertera di situs resmi DJP. Penyetoran pajak dilakukan melalui bank-bank yang telah ditunjuk. Ketepatan waktu pelaporan dan penyetoran sangat penting untuk menghindari sanksi administrasi berupa denda.

Sanksi Keterlambatan Pelaporan dan Penyetoran

Keterlambatan dalam pelaporan dan penyetoran PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Besaran denda bervariasi dan bergantung pada besarnya pajak terutang dan lama keterlambatan. Untuk menghindari sanksi ini, penting bagi wajib pajak untuk memahami jadwal pelaporan dan selalu melakukan penyetoran pajak tepat waktu.

Informasi Kontak dan Sumber Daya

Informasi lebih lanjut mengenai PPh Pasal 23 dapat diperoleh melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Republik Indonesia, atau dengan menghubungi kantor pelayanan pajak terdekat. Selain itu, konsultasi dengan konsultan pajak juga dapat membantu dalam memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan.

Pertanyaan dan Jawaban Umum Seputar PPh Pasal 23

Pertanyaan Jawaban
Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 23? PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan berupa jasa, sewa, dan lain sebagainya yang dibayarkan kepada bukan karyawan.
Siapa yang bertanggung jawab atas pemotongan PPh Pasal 23? Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak yang membayarkan penghasilan (pembayar).
Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 23? Perhitungan PPh Pasal 23 umumnya dilakukan dengan mengalikan tarif pajak yang berlaku dengan jumlah penghasilan bruto. Tarif pajak dapat bervariasi tergantung jenis penghasilan.
Kapan PPh Pasal 23 harus disetor? Penyetoran PPh Pasal 23 umumnya dilakukan secara bulanan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apa yang terjadi jika terjadi keterlambatan penyetoran PPh Pasal 23? Keterlambatan penyetoran akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda.

Contact

Sumatera 69
Bandung, 40115

+6287735387748
Contact Us

Connect

 

 

 

 

 

Layanan

Pendirian PT

Legalitas Perusahaan

Virtual Office